SEMARANG- Konsultan politik di tingkat lokal atau yang bermain di daerah diyakini tidak banyak memetik hasil di ajang Pilkada serentak 2018.
Pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip), Teguh Yuwono, menyatakan bisnis konsultan politik masih dikuasai pemain-pemain nasional.
“Faktor kedekatan dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai menjadi alasan konsultan politik lokal sulit berkembang. Sampai sekarang pengambilan keputusan percaturan politik di daerah masih diatur pada tingkat pusat,” kata Teguh, kemarin.
Hal itu bisa dilihat dari pengalaman selama ini, dimana tim-tim dari konsultan politik dari Jakarta masih mendominasi proyek pilkada di daerah-daerah. “Artinya yang bermain tetap saja orang-orang konsultan politik dari Jakarta sana yang disewa oleh DPP untuk bekerja di provinsi tertentu,” imbuh Teguh.
Jika pun konsultan politik lokal mendapat order dari Pilgub Jateng nanti, menurut Teguh, perannya hanya sebatas membantu kerja dari konsultan politik dari pusat. Oleh sebab itu, jika mereka ingin kebagian kue maka konsultan politik lokal harus mengepakkan sayap dengan bermain di Jakarta. “Saya yakin kok kuncinya itu di DPP,” imbuhnya.
Terkait besaran tarif konsultan politik, menurut Teguh, tidak ada angka pasti. Selain itu, sifatnya juga tidak terbuka seperti di Amerika Serikat. “Kalau di Amerika lebih terbuka dan profesional. Di sana mereka declare jika menjadi konsultan politiknya si A atau si B untuk menjaga netralitas. Kalau di kita (Indonesia) kan tidak, banyak yang di bawah permukaan dan yang muncul di televisi hanya tim survei,” imbuhnya.
Ia berharap konsultan politilk di tingkat Jakarta membuka diri terhadap aspek social responsibility dengan melibatkan konsultan lokal. Dengan begitu mereka juga dapat ikut berkiprah dan bekerja sehingga bisa menjadi ajang pembelajaran untuk kebaikan demokrasi ke depan.
Lebih jauh Teguh menjelaskan, tim konsultan politik dan tim survei sejatinya merupakan dua hal yang berbeda. Konsultan politik terlibat secara psikologis untuk memoles/mendesain kandidat yang dijadikan klien agar bisa menang. Tetapi tak jarang konsultan politik juga sekaligus melakukan servei. “Namun (sebenarnya) tim survei tidak terlibat dalam konsultan politik, tetapi hanya melakukan pengecekan terhadap kondisi popularitas dan peluang kalah menang seorang kandidat,” imbuhnya.
Menurut Teguh, saat ini dinamika percaturan politik di Jawa Tengah masih cenderung landai. Hal itu disebabkan karena konsentrasi masih dikerahkan sepenuhnya di Pilgub Jakarta.
Harusnya satu tahun terkahir jelang hari H pemilu, suhu politik di Jawa Tengah sudah mulai menghangat. Ia memprediksi Pilgub Jateng bakal mulai memanas saat PDI Perjuangan menentukan calon usungannya.
“Karena Jateng dikuasai PDI Perjuangan maka parpol lain menunggu PDI-P menentukan pilihan, baru menyusun strategi,” ujarnya.
Sumber: http://jateng.tribunnews.com/2017/04/24/bisnis-konsultan-politik-masih-dikuasai-pemain-nasional
0 Komentar