Salah satu universitas penghasil ahli politik berkualitas adalah Universitas Diponegoro. Pendidikan politik berjenjang dari tingkat S1 dan S2. Pendidikan tingkat S2 atau magisterial inilah yang menjadi tumpuan dalam menghasilkan ahli-ahli politik di Indonesia. Mereka siap menjadi pemersatu, mereka siap menjadi penjaga perdamaian, dan tentunya mereka siap menjadi penyalur ilmu politik bagi para pelaku politik praktis.
Kebanyakan ahli politik di Indonesia, bekerja sebagai dosen. Hanya sedikit ahli politik yang terjun ke dunia politik praktis. Hal ini harus diubah, ahli politik sebaiknya turun juga ke dunia politik praktis. Namun, peran mereka bukan sebagai calon kepala daerah atau calon angota legislative, tapi lebih-lebih sebagai penasihat mereka. Penasihat politik nampaknya sangat diperlukan keberadaannya, tentunya sebagai pengarah agar perilaku politik calon pemimpi bangsa kita tetap bertumpu kepada Bhinneka Tunggal Ika.
Kondisi politik Indonesia saat ini bisa dibilang sedang dalam kondisi yang carut-marut. Konflik kekuasaan yang muncul dari perebutan tahta politik kini memasuki era kegelapan. Hal ini bisa dilihat dalam berbagai pilkada yang berlangsung. Di Jakarta misalnya, isu sara yang dulu diagung-agungkan sebagai isu yang mudah diatasi di Indonesia dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, kini justru digunakan sebagai senjata untuk menaklukkan lawan politik. Kondisi ini sangat mungkin bisa memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Seharusnya politik digunakan untuk membangun negara bukan malah memecahnya. Kondisi politik yang demikian harus diubah. Siapa yang merubahnya? Ahli-ahli politik adalah salah satu diantaranya. Mereka sebagai ahli harus memberi penceraha dan pengarahan, juga pendidikan politik kepada seluruh masyarakat dan secara khusus pada pelaku politik praktis. Perubahan perilaku politik ini harus di dasari dengan semangat ke-bhinekaan agar kesatuan NKRI tetap terjaga.
0 Komentar